Sekilas dan Beberapa Spekulasi Mengenai Sejarah Munculnya Bahasa
Pernah gak sih sahabat memikirkan mengapa di dunia ini ada banyak bahasa, belum ada deskripsi berapa jumlah bahasa yang ada di muka bumi ini. Tak usah jauh2, mungkin sahabat2 di Indonesia pun saya yakin gak ada yang tahu berapa jumlah "bahasa lokal" di negeri kita, belum lagi soal "dialek" yang demikian banyak. Sebagai contoh, di Jawa banyak menggunakan bahasa jawa, tapi jawanya Brebes tentu lain dengan jawa nya Semarangan. Jawa nya Cilacap juga beda dengan jawa nya jawa timuran, belum lagi madura...! Wuih, capek mikiran jumlah dan dialeg bahasa yang "aktif" saat ini. Kembali ke pokok permasalahan, mengapa ada se-abreg bahasa di dunia ini ?
Baik dalam kesempatan ini, saya coba mengulas sedikit sejarah kemunculan bahasa. Tentu hanya sekedar informatif, yang kepastiannya masih harus ditelusuri. Nah tugas sahabat2 pembaca yang mengulas lebih kanjut.
M. Roger mendefenisikan
tekhnologi adalah hasil karya manusia yang terdiri atas software dan
hardware. Sofware di sini tidak kemudian hanya di defenisikan secara
sempit, sebagai software seperti yang ada pada komputer atau sebagainya.
Akan tetapi software di defenisikan sebagai hadil karya manusia yang
menyangkut konsep, mode maupun norma. Beberapa contoh real dari hasil
karya manusia tersebut adalah Sistem hukum, tatanan negara, dan yang
paling besar adalah bahasa.
Bahasa, sebagai salah
satu bentuk nyata dari tekhnologi. Yang mendominasi setiap ruang dan
waktu manusia. Dan bahasa adalah tekhnologi komunikasi pertama yang di
miliki oleh manusia. kita sadari betul bahwa keberadaan bahasa sangat
penting untuk mendukung proses pemenuhan kebutuhan hidup kita
sehari-hari. Akan tetapi, jika kemudian kita sepakati bahwa bahasa adalah merupakan tekhnologi, lalu siapakah orang yang pertama kali yang menemukan bahasa, bagaimanakah mereka menemukan bahasa. Dan seperti apakah bahasa pertama kali ketika di temukan.
Pertanyaan ini, hingga saat ini
telah menjadi sebuah pertanyaan besar. Yang bahkan di era komunikasi
saat inipun pertanyaan itu belum menemukan jawabannya. Ada
sedikit informasi dari para peneliti sejarah bahasa yang menyimpulkan
bahwa bahasa muncul pertama kali kurang lebih 3000 SM. Inipun dianggap
kesimpulan yang spekulatif dan tanpa bukti yang kuat.
Karena hasil studi tentang asal
usul bahasa dianggap tidak pernah memuaskan, malah ada yang bersifat
mitos dan main-main, maka menurut Alwasilah (1990: 1) pada 1866
Masyarakat Linguistik Perancis pernah melarang mendiskusikan asal usul
bahasa karena hasilnya tidak pernah jelas dan hanya buang-buang waktu
saja. Perhatian dan waktu lebih baik dipusatkan untuk mengkaji
bidang-bidang lain yang hasilnya jelas dan tidak spekulatif, seperti
bidang kedokteran, biologi, fisika, astronomi dan sebagainya.
Namun demikian, terdapat beberapa
teori tentang asal usul bahasa, di antaranya bersifat tradisional dan
mistis. Misalnya, ada yang beranggapan bahwa bahasa adalah hadiah para
dewa yang diwariskan secara turun temurun kepada manusia, sebuah
ungkapan yang sulit diterima kebenarannya secara ilmiah dan nalar logis.
Namun menurut Pei (1971: 12) pada kongres linguistik di Turki tahun
1934 muncul pendapat yang menyatakan bahwa bahasa Turki adalah akar dari
semua bahasa dunia karena semua kata dalam semua bahasa berasal dari giines, kata
Turki yang berarti “matahari”, sebuah planet yang pertama kali menarik
perhatian manusia dan menuntut nama. Kendati kebenarannya masih
dipertanyakan banyak kalangan, pendapat tersebut tidak berlebihan.
Sebab, dari sisi penggunanya bahasa Turki dipakai tidak saja oleh orang
Turki, tetapi juga oleh masyarakat di negara-negara bekas Uni Soviet,
seperti Tajikistan, Ubekistan, Armenia, Ukraina, dan sebagainya.
Sebuah hipotesis tentang teori
bahasa yang didukung oleh Darwin (1809-1882) menyatakan bahwa bahasa
hakikatnya lisan dan terjadi secara evolusi, yakni berawal dari
pantomime-mulut di mana alat-alat suara seperti lidah, pita suara,
larynk, hidung, vocal cord dan sebagainya secara reflek
berusaha meniru gerakan-gerakan tangan dan menimbulkan suara.
Suara-suara ini kemudian dirangkai untuk menjadi ujaran (speech)
yang punya makna. Masih menurut Darwin kualitas bahasa manusia
dibanding dengan suara binatang hanya berbeda dalam tingkatannya saja.
Artinya, perbedaan antara bahasa manusia dan suara binantang itu sangat
tipis, sampai-sampai ada sebagian yang berpendapat bahwa binatang juga
berbahasa. “All social animals communicate with each other, from
bees and ants to whales and apes, but only humans have developed a
language which is more than a set of prearranged signals”.
Bahasa manusia seperti halnya
manusia sendiri yang berasal dari bentuk yang sangat primitif berawal
dari bentuk ekspresi emosi saja. Contohnya, perasaan jengkel atau jijik
diekspresikan dengan mengeluarkan udara dari hidung dan mulut, sehingga
terdengar suara “pooh” atau “pish”. Oleh Max Miller (1823-1900), seorang
ahli filologi dari Inggris kelahiran Jerman, teori ini disebut poo-pooh theory, kendati Miller sendiri tidak setuju dengan pendapat Darwin (Alwasilah, 1990: 3).
Sebagian yang lain berpendapat
bahwa bahasa awalnya merupakan hasil imajinasi orang dengan melihat cara
jenis-jenis hewan atau serangga tertentu berkomunikasi. Misalnya,
kumbang menyampaikan maksud kepada sesamanya dengan mengeluarkan bau dan
menari-nari di dalam sarangnya. Semut berkomunikasi dengan antenenya.
Ada juga teori “bow-wow” yang
mengatakan bahwa bahasa muncul sebagai tiruan bunyi-bunyi yang terdengar
di alam, seperti nyanyian burung, suara binatang, suara guruh, hujan,
angin, ombak sungai, samudra dan sebagainya, sehingga teori ini disebut echoic theory.
Jadi tidak berevolusi sebagaimana aliran teori Darwinian di atas.
Menurut teori “bow-wow” ada relasi yang jelas antara suara dan makna,
sehingga bahasa tidak bersifat arbitrer. Misalnya, dalam bahasa
Indonesia ada kata-kata seperti: menggelegar, bergetar, mendesis,
merintih, meraung, berkokok dan sebagainya. Contoh lainnya, misalnya,
oleh sebagian masyarakat anjing disebut sebagai “bow-wow” karena ketika
menyalak suaranya terdengar “bow-wow”. Dengan berpikir praktis, orang
menamai binatang yang menyalak itu sebagai “bow-wow”.
Mirip teori “bow-wow”, ada juga teori “ding-dong” atau disebut nativistic theory,
yang dikenalkan oleh Muller, yang mengatakan bahwa bahasa lahir secara
alamiah. Teori ini sama dengan pendapat Socrates bahwa bahasa lahir
secara alamiah. Menurut teori ini manusia memiliki kemampuan insting
yang sangat istimewa dan tidak tidak dimiliki oleh makhuk yang lain,
yakni insting untuk mengeluarkan ekspresi ujaran ketika melihat sesuatu
melalui indranya. Kesan yang diterima lewat bel bagaikan pukulan pada
bel hingga melahirkan ucapan yang sesuai. Misalnya, sewaktu manusia
primitif dulu melihat serigala, maka secara insting terucap kata “Wolf”.
Ada juga teori “pooh-pooh” yang
mengatakan pada awalnya bahasa merupakan ungkapan seruan keheranan,
ketakutan, kesenangan, kesakitan dan sebagainya. Ada teori “yo-he-ho”
yang mengatakan bahasa pertama timbul dalam suasana kegiatan sosial di
mana terjadi deram dan gerak jasmani yang secara spontan diikuti dengan
munculnya bahasa. Misalnya, ketika sekelompok orang secara bersama-sama
mengangkat kayu atau benda berat, secara spontan mereka akan
mengucapkan kata-kata tertentu karena terdorong gerakan otot.
Ada juga teori “seng-song” yang
mengatakan bahasa berawal dari nyanyian primitif yang belum terbentuk
oleh kelompok masyarakat. Selanjutnya nyanyian tersebut dipakai untuk
menyampaikan maksud atau pesan dan membentuk struktur yang teratur walau
sangat sederhana. Nenek moyang kita jutaan tahun lalu berbahasa dengan
kosa kata dan tatabahasa yang sangat terbatas. Seiring dengan
perkembangan peradaban manusia, sistem lambang ini pun berkembang hingga
akhirnya lahir bahasa tulis. Lewat bahasa tulis, peradaban manusia
berkembang menjadi demikian pesat. Dengan demikian, bahasa terbentuk dan
berkembang secara evolutif
Berbeda dengan aliran-aliran
primitif tersebut di atas, para filsuf Yunani kuno, seperti Pythagoras,
Plato, dan kaum Stoika berpendapat bahwa bahasa muncul karena “keharusan
batin” atau karena “hukum alam”. Disebut “keharusan batin”, karena
bahasa hakikatnya adalah perwujudan atau ekspresi dunia batin
penggunanya. Lihat saja bagaimana bahasa seseorang ketika sedang marah,
bahagia, gelisah dan sebagainya. Semuanya tergambar dalam bahasa yang
diucapkan.
Pendapat yang cukup masuk akal dan
menjadi dasar pemahaman orang tentang makna bahasa sampai saat ini
muncul dari filsuf seperti Demokritus, Aristoteles, dan kaum Epikureja
yang mengatakan bahwa bahasa adalah hasil persetujuan dan perjanjian
antar-anggota masyarakat. Sebab, sifat dasar manusia adalah keinginannya
berinteraksi dengan orang lain untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan
hidupnya. Untuk itu, mereka memerlukan sarana atau alat komunikasi.
Beberapa pendapat diatas bisa saja
menjadi salah satu referensi kita untuk memahami bagaimana asal usul
bahasa tersebut, akan tetapi kemudian dapat kita lihat bahwa
pendapat-pendapat tersebut masih bersifat spekulatif dan belum dapat di
uji kebenarannya, sehingga beberapa teory tersebut akan sangat mudah di
bantah satu sama lainnya.
seperti teori, bo wow, sosng seng
atau yang sejenisnya, kalau memang benar bahwa bahasa muncul atas
ekspresi manusia akan alam, maka kemudian yang menjadi pertanyaan besar
selanjutnya, bagaimana mereka selanjutnya melakukan proses kmonunikasi
sehingga mampu menterjemahkan bunyi-bunyian tersebut menjadi sebuah kesepakatan bersama?
Akan tetapi meskipun sejarah
keberadaan bahasa ini masih beragam, bersifat mitos, mistis, religius
sampai sedikit agak religius. Akan tetapi menurut
Hidayat (1996: 29) secara garis besar terdapat tiga perspektif
teoretik mengenai asal usul bahasa, yakni teologik, naturalis, dan
konvensional.
Para penganut Aliran teologik
umumnya menyatakan bahwa kemampuan berbahasa manusia merupakan anugerah
Tuhan untuk membedakannya dengan makhluk ciptaanNya yang lain. Dan untuk
sementara sayapun sepakat dengan teory ini, karena menurut saya Bahwa
bahasa adalah tekhnologi yang justru tidak di ciptakan oleh manusia.
akan tetapi di ciptakan oleh sang pencipta bumi dan alam semesta,
sebagaimana DIA juga telah menciptakan telinga, mata, dan tubuh kita,
naluri yang ada di dalam hati kita, serta nafsu yang juga ada di dalam
jiwa kita, DIA telah menciptakannya untuk mendukung kita dalam proses
pemenuhan kebutuha dan memanfaatkan bumi dan alam semesta ini, dalam
rangka tugas dan hakikat penciptaan kita sebagai manusia.
Hal ini, di dukung oleh ayat al-qur’an yang menyatakan hal tersebut dengan tegas pada surat Albaqarah ayat 31 yang artinya adalah sebagai berikut:
“dan dia ajarkan kepada adam nama-nama (benda) semuanya, kemudian DIA perlihatkan kepada malaikat kepada para malaikat, seraya berkata berfirman “ sebutkanlah kepada-Ku nama semua (benda) ini, jika kamu yang benar. “ (Qs : 2: 31)
Ayat tersebut juga sebagai
penjelasan Allah atas protes malaikat untuk meniptakan manusia sebagai
khalifah di muka bumi, dan dengan hal itu Allah juga ingin menunjukkan
kpada malaikat dan amkhluk-makhluk lainnya bahwa manusia adalah makhluk
yang paling unggul, makhluk yag lebih dari makhluk-Nya yang lainnya.
sebagaimana kemudian juga di jelaskan dalam surat Albaqarah ayat 33,
yang artinya adalah sebagai berikut :
“Dia (ALLAH) berfirman , “wahai
adam! Beritahukanlah kepada mereka nama-nama itu” setelah dia (Adam)
menyebutkan nama-namanya, dia berfirman, “bukankah Telah aku katakan
kepadamu bahwa Aku mengetahui rahasia langit dan bumi, dan aku
mengetahui apa yang kamu natakan dan apa yang kamu sembunyikan”
(QS:2:33)
Berdasarkan ayat tersebut kemudian
dapatlah kita membuat sebuah kesimpulan sementara, bahwa sesungguhnya
bahasa adalah tekhnologi pertama yang di miliki dan di gunakan oleh
manusia, yang kemudian bahasalah yang menjadi cikal bakal lahirnya semua
tekhnologi yang ada di bumi ini. ketika manusia memiliki
kebutuhan akan sesuatu, yang kemudian kebutuhan itu tidak bisa di
sediakan secara alami oleh alam maka, mereka akan mencoba menemukannya
dari teman-teman sekitarnya. Akan tetapi ketika kemudian dari
teman-temannya juga tidak di temukan alat pemenuhan kebutuhan tersebut
maka manusia akan mencoba menciptakan tekhnologi.
Dengan demikian dapatlah kiranya kita pahami, bahwa bahasa adalah
merupakan tekhnologi dasar dari semua tekhnologi. Bahasa adalah
tekhnologi yang di ciptakan oleh TUHAN sedangkan manusia dalam prosesnya
kemudian mengembangkan bahasa tersebut sehingga sesuai dengan
kebutuhannya.
Mudah-mudahan ini bisa menjadi
bahan pencerahan bagi kita, setidaknya dapat menjadi awal jika memang
kemudian ada pihak yang tertarik untuk menganalisa da meneliti lebih
jauh mengenai hal-hal yang berkaitan dengan bahasa dan kehadirannya.
Karena kita manusia hanya mencoba mendekati kebenaran itu sedekat
mungkin. Sedangkan kebenaran itu hanyalah mutlak milik-Nya. (… “bukankah telah Aku katakan kepadamu, bahwa Aku mengetahui rahasia langit dan bumi… Qs:2:33)
0 comments:
Posting Komentar