Hasil survei terbaru dari Faith Matters menyatakan penyebaran Islam di
Inggris lebih cepat ketimbang di negara Eropa lainnya. Per tahun,
diperkirakan ada sekitar 5.000 mualaf baru di Inggris, sementara di
Jerman dan Prancis jumlah mualaf per tahunnya sekitar 4.000 orang.
Peneliti dari Faith Matters menyurvei tiap masjid yang ada di London.
Hasilnya, untuk Kota London saja, selama 2010 ada 1.400 mualaf baru.
Ini belum termasuk data dari kota-kota di seluruh Inggris Raya.
Direktur Faith Matters, Fiyaz Mughal, mengatakan maraknya Islam di
Inggris dipicu karena tingginya sorotan publik atas umat Muslim. “Warga
ingin tahu apa sebenarnya Islam. Dan ketika mereka sudah tahu, sebagian
kecil ada yang menjadi mualaf. Mereka menemukan kedamaian dalam Islam,”
katanya.
Hana Tajima
Simak pernyataan Hana Tajima (23 tahun) yang bekerja sebagai
perancang busana. “Awalnya aku memiliki beberapa teman Muslim saat
kuliah. Saat itu aneh saja. Mereka jarang keluar malam, ke klub atau
nongkrong,” katanya.
“Dan ketika aku mengambil mata kuliah filsafat, aku mulai bingung
dengan makna hidupku. Padahal saat itu aku cukup terkenal di kampus. Aku
sudah merasa cukup. Tapi aku bertanya, betulkah ini kehidupan yang aku
inginkan?” kata Tajima, panjang lebar.
“Lalu aku membaca literatur tentang Islam dan perempuan. Anehnya,
ternyata mereka sangat relevan. Semakin banyak aku membaca, semakin
yakin aku terhadap Islam,” katanya.
Denise Horsley
Lain lagi dengan pengalaman Denise Horsley (26) yang bekerja sebagai
guru menari. Ia kenal Islam lewat pacarnya. “Saat itu banyak orang
bertanya apakah aku menjadi mualaf karena pacaran? Aku jawab tidak! Aku
menemukan Islam. Aku tumbuh sebagai penganut Kristen,” katanya.
Horsley kini mengenakan jilbab. Ia mengatakan, jilbab adalah konsep
penting dalam Islam. “Kerudung ini bukan sekedar pakaian atau tren.
Mengenakan jilbab justru menyatakan kejujuran atas diri sendiri dan apa
yang akan kau lakukan,” katanya.
“Sebenarnya sih, aku masih orang yang sama dengan yang sebelumnya.
Cuma aku tidak minum-minuman keras, makan babi, dan sekarang aku shalat
lima kali sehari,” katanya.
Dawud Beale
Pengalaman Dawud Beale (23) lebih unik. Sebelumnya, ia adalah pemuda
rasis yang menyepelekan Islam. “Lalu aku berlibur ke Maroko. Di situ
pertama kali aku berkenalan dengan Islam. Aku akui sebelumnya aku
penganut rasis. Tapi sepekan usai pulang dari Maroko, aku memutuskan
memeluk Islam,” katanya.
Beale bermukim di Somerset. Ketika ia baru-baru menjadi mualaf,
sangat sukar menemukan masjid di Somerset, yang memang tidak ada. Ia
lalu bertemu dengan rekan-rekan dari Hizbut Tahrir, gerakan politik
Islam. “Ternyata banyak yang media barat katakan tentang Islam salah,”
katanya.
“Aku yakin sudah menemukan jalan hidup yang tepat dalam Islam,” katanya lagi.
Paul Martin
Sementara Paul Martin (27) mengatakan ia menikmati gaya hidup sebagai
muslim. “Awalnya aku berkenalan dengan Islam setelah mengamati gaya
hidup teman-teman Muslim. Mereka tampak menikmati betul hidup, tidak
merusak tubuhnya. Setelah itu, aku mendalami Alquran,” katanya.
Seorang teman Martin lantas mengenalkannya ke seorang tokoh Islam
yang berprofesi sebagai dokter. Martin banyak berkonsultasi tentang
Islam dengannya. Mereka mengobrolkan Islam di kafe. “Saya mengucapkan
dua kalimat syahadat saya di kafe,” kata Martin. “Saya tahu banyak yang
mengucapkan dua kalimat syahadat di masjid, tapi bagi saya, Islam bukan
sekedar tempat di mana kau percaya pada Allah SWT. Islam adalah tempat
di hatimu,” katanya.
sumber : www.republika.co.id
0 comments:
Posting Komentar