Dalam kasus terorisme, media memang terkenal tidak adil dalam
memberitakan Islam. Islam menjadi agama yang paling banyak disudutkan
dalam aksi kekerasan. Jika pada kasus pemboman Bali, Gerakan Amrozi Cs
dicari sampai ke akar-akarnya, bahkan ditumpas tak bersisa, menjadi lain
ceritanya jika Kristen yang melakukan tindakan sama. Seakan media
menjadi bungkam seketika.
Dalam kasus kerusuhan Poso misalnya, pengadilan hanya berhenti pada
nama tiga orang terdakwa Fabianus Tibo, Dominggus da Silva, dan Marinus
Riwu, dan tidak pernah diteruskan kepada siapa dibalik mereka sampai ke
anggota-anggotanya. Padahal jelas Tibo cs bertindak atas nama gerakan.
Begitu juga dalam peberitaan internasional. Bush dan serdadunya -yang
dikorbankan semangat Fundamentalisme Kristen-yang membunuh jutaan umat
muslim di Timur Tengah, seakan-akan lenyap tanpa dosa. Media-media pun
tidak ada yang memanggil Bush dengan sapaan teroris. Berbeda jika Usamah
Bin Ladin yang diberitakan, baik media cetak maupun televisi
ramai-ramai mencapnya teroris tanpa mendudukan kronologis dan pra asumsi
yang berkembang.
Kita tentu bertanya-tanya, entah mengapa jika Kristen yang melakukan
aksi kekerasan, stigma teroris menjadi kebal bagi mereka. Padahal
sejarah mencatat bagaimana kekejaman yang dilakuakn Kristen bukanlah
isapan jempol semata, mereka tidak hanya membantai Islam, tapi juga
Yahudi, kaum Pagan, pelaku bid’ah secara keji dan tak beradab. Tulisan
ini bukan untuk membangkitkan luka, namun bisa jadi pelajaran bagi kita
untuk meluruskan isu seputar terorisme atas nama agama.
Pembunuhan Kaum Pagan [1]
Sejak agama Kristen diresmikan pada tahun 315 M, kuil-kuil kaum Pagan
makin banyak dihancurkan oleh pengikut Kristen. Pendeta kaum pagan pun
banyak dibunuh. Antara tahun 315 dan abad ke-6, ribuan orang penyembah
berhala disembelih. Dan itu semua dilakukan atas nama misi Gereja.
Melaksanakan ritual ibadah pagan menjadi sangat berbahaya bagi
pelakunya dan terancam hukuman mati, ini sudah terjadi mulai tahun 356
Masehi. Kaisar Kristen Theodosius (408-450M) bahkan membunuh
anak-anaknya sendiri karena mereka bermain-main dengan patung-patung
pagan. Menurut penulis Christian Chronicles, kaisar yang melakukan hal
tersebut didasari akan kepatuhan terhadap seluruh ajaran Kristen.
Akhirnya, pada abad ke 6 seluruh hak hidup para penganut Pagan
dinyatakan dicabut. Bahkan sebelumnya pada awal abad ke-4, filosof
Sopratos dihukum mati atas perintah penguasa Kristen.
Selanjutnya di tahun 415 M, Hypatia dari Alexandria, seorang filosof
wanita yang terkenal, diseret kemudian dipotong-potong tubuhnya oleh
orang-orang Kristen Koptik radikal yang dipimpin oleh pendeta Peter.
Hypatia sendiri adalah seorang ilmuwan Yunani dari Alexandria Mesir.
Hypatia dibunuh karena menjadi penyebab kekacauan dalam agama. Ia
dijuluki sebagai "pembela ilmu pengetahuan yang gagah berani melawan
agama". Dan beberapa pendapat mengatakan kematiannya menandai akhir dari
zaman Hellenistik dan dimulainya zaman kegelapan (The Dark Ages).
Pembunuhan Atas Nama Misi Gereja
Selain membunuh secara kejam dan membabi buta kaum pagan, Kristen
juga melakukan terorisme dan kesadisan terhadap mereka-mereka yang tidak
mau ikut agamanya. Kaisar Karl (Charlemagne), misalnya, pada tahun 782 M
tanpa punya nurani memenggal kepala 4500 orang Saxon, karena mereka
tidak mau memeluk agama Kristen.
Kaum tani yang tidak mau membayar sumbangan kepada Gereja pun
mengalami hal serupa. Mereka dijatuhi hukuman mati layaknya manusia
penuh dosa. Jumlahnya pun tidak main-main, antara 5000 sampai 11.000
pria, wanita dan anak-anak, dibunuh pada tanggal 27 Mei 1234 dekat
Altenesch (Jerman).
Lalu pada abad ke 16 dan 17 M, tercatat puluhan ribu
warga Irlandia dibunuh. Pasukan Inggris terjun ke wilayah ini
semata-mata demi menjinakkan orang-orang Irlandia yang liar. Mereka di
anggap tidak lebih dari binatang yang hidup tanpa mengindahkan
hukum-hukum Tuhan. Seorang pimpinan tentara Inggris yang terkenal kejam
adalah Humphrey Gilbert yang memerintahkan untuk memenggal kepala semua
tawanan.
Pembantaian Dalam Perang Salib
Belum lagi fakta, di Semlin dan Wieselburg (Hungaria), pada tanggal
12 sampai 24 Juni 1096 ribuan orang dihilangkan nyawanya secara kejam.
Hanya dalam waktu hitungan hari dari tanggal 9 sampai 26 September 1096
sekitar 1000 orang dibunuh di Nikala atau Xerigordon (Turki).
Kita juga tidak lupa pada tanggal 11 Desember 1098, seribu orang
Muslim di bantai di Marra. Tentara Salib yang lapar karena kehabisan
makanan sampai-sampai mengambil daging mayat musuh yang sudah mulai
membusuk dan memakannya (Christian Chronicle, Albert Aquensis).
Penaklukkan kota Jerusalem yang terjadi pada tanggal 15 Juli 1099 pun
dihiasi kematian 60.000 warga Muslim, Yahudi, laki-laki dan anak-anak,
yang dibunuh secara keji oleh Pasukan Perang Salib. Puluhan ribu kaum
muslim yang mencari penyelamatan diatas masjid Al Aqsha pun dikejar
sampai dapat dan mereka dibantai dengan sangat sadis.
Kekejaman demi kekejaman pasukan salib memang sulit dinalar oleh akal
sehat. Setahun sebelumnya, pada tahun 1098, pasukan tentara bengis itu
telah membunuh ratusan ribu kaum muslim di Arra’t-un-Noman, salah satu
kota di Syria. [2] Mereka bergerak atas “sabda” Paus Urban yang menyeru “Killing these godless monsters was a holy act: it was a Christian Duty to exterminate thi vile race from our lands”
atau “Membunuh para monster tak bertuhan itu adalah tindakan suci:
adalah kewajiban umat Kristen untuk memusnahkan angsa jahat itu dari
wilayah kita.”
Salah satu saksi mata sampai-sampai menyatakan bahwa ,"Genangan darah
manusia di depan Kuil Solomon setinggi pergelangan kaki orang dewasa”.
Sedangkan, salah seorang penulis Kristen bernama Eckehad dari Aura
mengatakan, “bahkan berlanjut hingga musim panas, udara di seluruh
Palestina masih tercemari oleh bau mayat-mayat yang membusuk".
Pembunuhan Terhadap Orang Bid’ah (Inkuisisi)
Sejatinya, Inkuisisi (dengan huruf I besar) adalah istilah yang
secara luas digunakan untuk menyebut pengadilan terhadap bidaah oleh
Gereja Katolik Roma. Undang-undang ini mengandung peraturan-peraturan
yang sangat keras. Sanksi pelaku bid’ah bahkan bisa sangat mengerikan
daripada kaum pagan yang jelas-jelas kafir dalam konsep mereka.
Dalam sejarahnya, Gereja Trinitarian yang menjatuhkan keputusan
bersalah kepada seorang pelaku bid’ah akan memberikan hukuman tak
berperi dari mulai penyiksaan, pembakaran sampai pemenggalan kepala.
Kasus ini sempat menimpa kaum Manichaean. Kaum Manichean adalah salah
satu sekte yang dinyatakan bid’ah dalam Kristen karena melakukan
praktek pengendalian kelahiran (KB) yang tidak diajarkan oleh Gereja
Katholik. Bayangkan karena hal itu, ribuan orang Manichean menjadi
korban seiring kampanye besar-besaran ke seluruh kekaisaran Romawi
antara tahun 372 M sampai 444 M.
Selain pembasmian yang menimpa kaum Manichean, hal serupa juga
menimpa kelompok Cathars. Orang-orang Cathars pada dasarnya menganut
Kristen dengan baik, tetapi pada sisi lain mereka menolak segala
peraturan Gereja Katholik Roma yang dirasa tidak adil seperti pajak dan
larangan pengendalian kelahiran.
Lantas hanya karena hal itu, Paus Innocent III memerintahkan untuk
membunuh para pengikut Cathars di tahun 1209. Kota Beziers (Perancis)
pada tanggal 22 Juni 1209 pun dihancurkan. Semua makhluk yang hidup di
dalamnya pun dibantai tanpa ampun. Jumlah korban menurut catatan sejarah
berkisar pada angka 70.000 manusia, angka itu termasuk jumlah pemeluk
Katolik yang menolak untuk menyerahkan tetangga dan sahabatnya yang di
kategorikan bid’ah oleh Gereja.
Bid;ah lainnya yang juga dilakukan oleh Waldensians, Paulikians,
Runcarians, Josephite dan lain-lain juga dienyahkan hingga tak bersisa.
Ratusan ribu orang kemudian mati tak bernyawa oleh kekejeman pihak
gereja. Bahkan John Huss, yang mengkritisi "Papal Infallibility"
(Kemustahilan Paus berbuat salah) dan Surat penebusan dosa, dibakar
hidup-hidup di tiang pancang pada tahun 1415.
Pembunuhan Terhadap Yahudi
Yang juga turut mengalami kekejaman selain Islam adalah kaum Yahudi. Max Margolis dan Alexander Marx dalam “A History of Jewish People”
menceritakan bahwa pada periode 612-620 M, banyak kasus terjadi dimana
Yahudi dibaptis secara paksa. Euric (680-687) membuat keputusan bahwa
seluruh orang Yahudi yang dibaptis secara paksa ditempatkan dibawah
pengawasan khusus pejabat dan pemuka gereja. Setelah diKristenkan secara
paksa, orang-orang Yahudi itu tetap diawasi secara ketat oleh gereja,
takut kalau-kalau mereka kembali melakukan ibadah Yahudi.
Bahkan Raja Egica (687-701) membuat keputusan bahwa semua Yahudi
di Spanyol dinyatakan sebagai budak. Keputusan sepihak itu tidak saja
berlangsung dalam satu sampai dua tahun, namun untuk selamanya. Harta
benda kaum Yahudi disita dan mereka diusir dari rumah-rumah sehingga
tersebar ke berbagai provinsi. Lebih dari itu anak-anak Yahudi yang
berumur tujuh tahun ke atas diambil paksa dari orangtuanya dan
diserahkan kepada keluarga Kristen. [3]
Selanjutnya pada tahun 1096, saat Perang Salib pertama, ribuan orang
Yahudi dibunuh oleh Salibis Kristen di kota Worm teparnya pada tanggal
18 Mei 1906, di Mainz. Lalu pada tanggal 27 Mei 1096 sekitar 1100 orang
Yahudi juga mengalami pembantaian.
Dalam Perang Salib itu, tercatat 12.000 orang Yahudi dibunuh dimana
tempatnya membentang dari Worms, Mainz, Cologne, Neuss, Altenahr,
Wevelinghoven, Xanten, Moers, Dortmund, Kerpen, Trier, Regensburg, Prag
hingga Metz di Perancis.
Sedangkan pada tahun 1348 nasib naas juga dialami Yahudi, dua ribu
orang diantara mereka dibunuh di Bassel (Swiss) dan Strassbourg.
Sedangkan pada tahun 1349 diKita Praha, data menyatakan bahwa 3000 orang
Yahudi telah tewas terbunuh. Sedang pada 42 tahun selanjutnya, takni
pada tahun 1391, kaum Yahudi Seville habis oleh Kardinal Martines. Dalam
catatan sejarah tercatat sebanyak 4000 orang Yahudi tewas dan 25.000
lainnya dijual sebagai budak.
Ternyata itu pun belum berakhir. Abad 15 adalah abad yang menjadi
saksi pembantaian besar-besaran kaum Yahudi dan muslim di Spanyol dan
Portugal. Pada tahun 1483 misalnya, 13.ooo orang Yahudi dieksekusi atas
perintah komandan inquisisi Spanyol, Faray Thomas de Torquemada.
Jatuhnya Granada ke tangan Spanyol juga berbuah ancaman bagi Yahudi.
Hanya dalam beberapa bulan antara akhir April sampai 2 Agustus 1492,
sekitar 150.000 kaum Yahudi diusir dari Spanyol. Sebagian besar dari
mereka kemudian mengungsi ke wilayah Turki Utsmani yang menyediakan
tempat aman bagi Yahudi.
Stand J Shaw dalam “The Jews of the Ottoman Empire and the Turkish
Republic” mencatat jumlah Yahudi yang terusir dari Spanyol tahun itu
sebanyak 160.000. Dari jumlah itu, 90.000 mengungsi ke Turki. 25.000
ke Belanda, 20.000 ke Maroko, 10.000 ke Prancis, 10.000 ke Italia dan
5.000 ke Amerika. Yang mati dalam perjalanan diperkirakan 20.000 orang.
Sedangkan yang dibaptis tetap di Spanyol sebanyak 50.000 orang. [4]
Kekejeman Terhadap Muslim di Guantanamo
Dalam perkembangan modern, terror Kristen pun tidak pernah berhenti.
Kebencian mereka terhadap Islam dilakukan dalam jejak-jejak
pemerintahanAmerika Serikat. Mereka tidak saja membasmi jutaan umat
muslim di Afghanistan, Pakistan, Kaukasus, Somalia, Palestina, Bosnia
tapi juga menahan tawanan-tawanan muslim di penjara terkejam di
Guantanamo. Umat muslim disiksa, dilecehkan, namun lagi-lagi tidak ada
yang menyebut mereka dengan sapaan teroriss, bahkan sampai detik ini.
Lawrence Wilkerson, asisten mantan Menteri Luar Negeri AS Colin
Powell, pernah membuat pengakuan dalam suatu pernyataan yang
ditandatangani untuk mendukung gugatan yang diajukan oleh seorang
tahanan Guantanamo, Adel Hassan Hamad.
Hamad, seorang pria Sudan yang ditahan di Teluk Guantanamo sejak
Maret 2003 sampai Desember 2007, mengklaim bahwa dia mengalami
penyiksaan oleh agen-agen AS saat berada di dalam tahanan dan mengajukan
gugatan terhadap beberapa nama pejabat Amerika.
Menurut Wilkerson, baik Dick Cheney maupun Donald Rumsfeld sebenarnya
mengetahui bahwa sebagian besar dari 742 tahanan yang pertama kali
dikirim ke Guantanamo pada tahun 2002 adalah mereka yang tidak bersalah,
tetapi yakin bahwa ada kemungkinan untuk membiarkan para tahanan itu
bebas.
Wilkerson, yang menjabat sebagai kepala staf Powell sebelum ia
meninggalkan pemerintahan Bush tahun 2005, mengklaim bahwa sebagian
besar tahanan, yang terdiri dari anak-anak berumur 12 hingga kakek-kakek
setua 93 tahun, tidak pernah melihat seorang tentara AS sebelumnya,
kecuali setelah mereka ditangkap.
Dia melanjutkan dengan mengatakan bahwa Rumsfeld dan Cheney pada
khususnya, tidak punya belas kasihan bagi orang yang tak bersalah dan
harus mendekam di Guantanamo selama bertahun-tahun, serta harus
mengalami penderitaan hanya demi kepentingan AS untuk membenarkan perang
melawan terornya.
“Dia (Cheney) sama sekali tidak memiliki kekhawatiran bahwa sebagian
besar tahanan Guantanamo itu tidak bersalah … Jika ratusan individu yang
tidak bersalah harus menderita,” kata Wilkerson.
Selanjutnya, Mohammad al-Kahtani, tersangka ke-20 peledakan
serangan 11 September yang ditahan di Teluk Guantanmo, Kuba dalam sebuah
catatan harian penjara mengaku dipaksa telanjang sambil menirukan
gonggongan anjing saat menjalani penyidikan.
Saat tengah malam, kepala Kahtani kerap digebyuri air dan telinganya
dijejali musik-musik keras karena mendadak harus menjalani pemeriksaan.
Permintaannya untuk shalat senantiasa ditolak.
Selain itu, warga Arab Saudi ini juga diinterogasi di sebuah ruangan
yang didekorasi dengan gambar-gambar korban 11 September. Sudah tak
terhitung berapa kali dia harus kencing di celana karena ketakutan.
Harga dirinya juga dicabik-cabik ketika lehernya dikalungi gambar wanita
setengah bugil. Sampai pernah suatu saat dia minta diperbolehkan bunuh
diri.
Gambar-gambar yang sangat mengagetkan dunia, mengenai bagaimana para
tahanan diperlakukan pernah beredar di awal tahun 2002 silam. Kondisi
mereka lemah, dalam pakaian oranye yang menyala, mata, mulut, dan
telinga disekap, kedua tangan dan kaki dirantai. Sel-selnya seperti
kandang ayam. Kawat- kawat berduri melintang ke sana kemari siap merobek
kulit dan daging.
Selanjutnya, Mohammed Sagheer, 52 tahun, seorang da’i Pakistan yang
telah dikeluarkan dari Guantánamo juga menglima terror mental. Para
sipir penjara menurutnya menggunakan obat untuk mengendalikan para
tahanan. Sagheer menyatakan bahwa para tentara itu memberi tahanan
sebuah tablet yang akan membuat para tahanan tak sadarkan diri.
“Saya sembunyikan tablet-tablet itu di bawah lidah, lalu membuangnya
begitu penjaga tidak melihat,” katanya. Sagheer mengaku dua kali dihukum
di sel isolasi yang gelap karena meludahi penjaga, yang menurutnya
telah memprovokasinya dengan melempar Qur’an dan memukulinya.
(pz/bersambung)
Catatan Kaki
[1] Bisa dilihat dala tulisan Kelsos dengan judul Victims of The Christian Faith di situs www.truthbeknown.com yang kemudian ditulis kembali oleh Hj. Irena Handono dalam buku Fitnah dan Teror, (Bekasi: Gerbang Publishing, 2008)
[2] Adian Husaini, Tinjauan Historis Konflik Yahudi Kristen Islam, (Jakarta: GIP, 2004) h. 141
[3] Ibid, h. 140
[4] Ibid. h. 145
0 comments:
Posting Komentar