Posted in
Religi
Posted by :
Unknownon 22 Mei 2012
at
5:14 PM
Tadi
malam istri saya bilang : "Bah nanti malam, sahur yuks...?" Saya mau nanya "memang besuk hari apa, Selas kan ?" tetapi belum keluar omongan saya, istri saya nyambung lagi ".... Rajaban..."
Saya cuman diam, tak menolak tak mengiyakan. Lantas sy berpikir, mm ada
apa dengan "Rajaban". Jangan2 spt "amalan2" lain yang ujung2nya (atau
malah tak berujung), ternyata itu hanyalah "amalan rekaan" dengan
berbungkus sunnah / hadits. Dan stlh dikaji lebih dalam eh ternyata
haditsmya dloif / lemah atau palsu. jelas itu tdk boleh dijadikan
sandaran. Insya Allah dlm hal ini sy tegas menolak amalan yang tanpa
hadits yang shahih, walau banyak orang berkata, dlm hal ibadah, kita
boleh menggunakan hadits dloif...hmm..memang ini pendapat dari mana ? Nabi ? Kayaknya gak sih !
Oleh krn rasa penasaran, apalagi di wall FB saya banyak komen2 pendek tentang ajakan Shoum / puasa bahkan dituliskan pula doa2 "menyambut" bulan Rajab, barusan sy browsing, ketemu deh artikel yg
cukup valid. Bukan saja dari segi isinya, namun penyampainya juga orang2
yang valid, setidaknya itu menurut penilaian saya, nah temen2 yg hari
ini shaum, silakan saja, itu hak anda..., namun ada baiknya kita kaji artikel berikut,
barangkali bs sebagai pencerahan untuk kedepannya, agar tdk sembarang
ngikutin kata orang (walau banyak) namun tak berdasar, alias hanya
kebiasaan turun-temurun yang entah ujung pangkalnya tak jelas, wallahu
a'lam... -----------------------------------------------
Hadits-hadits Palsu dan Tidak Shahih Seputar Bulan Rajab
“Rajab adalah bulan Allah, Sya’ban adalah bulanku dan Ramadhan adalah
bulan umatku.” Diriwayatkan secara mursal oleh Abu al-Fatah bin Abi
al-Fawaris, dalam “Amaliyah” (Hadits dha’if, lihat:“Dha’if al-Jami’,
hadits no. 3094, karya al-Albani).
Dalil Palsu Mereka Seputar Bulan Rajab
“Perbanyaklah istighfar di bulan Rajab, karena sesungguhnya pada setiap
saat daripadanya, Allah Ta’ala memerdekakan beberapa orang dari (adzab)
Neraka.” (Hadits maudhu’).
Jauhnya sebagian umat Islam
dari ajaran agamanya mengakibatkan mereka tak mampu membedakan antara
ajaran agama atau bukan. Sesuatu yang merupakan ajaran agama terkadang
dipandang bukan ajaran agama. Sebaliknya, sesuatu yang bukan ajaran
agama justru dipandang sebagai ajaran agama.
Di sinilah
peran ilmu syar’i sangat penting dan menentukan, sehingga seseorang tak
salah dalam mengklasifikasikan suatu persoalan, ushuliyah kah
(pokok/prinsip) atau tergolong masalahfuru’iyah (cabang) yang di
dalamnya terbuka pintu ijtihad dan perbedaan pendapat.
Di
sisi lain, ada beberapa persoalan yang secara jelas termasuk yang
diada-adakan dalam agama ini yang seharusnya ditinggalkan karena tidak
berdasarkan dalil yang jelas dan tegas, tetapi diamalkan oleh sebagian
besar umat Islam
Dalam hal ini ada dua kemungkinan, yaitu:
Pertama, bisa jadi mereka melakukan amalan tersebut karena
tidak tahu bahwa hal itu tidak ada contoh dan tuntunannya dari Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam, sehingga menganggapnya sebagai ajaran
agama. Kedua, mengetahui bahwa hal itu sebagai perbuatan
yang tidak ada dasar dan dalilnya, tetapi dengan berbagai dalih dan
pembenaran yang dipaksakan, mereka melakukan perbuatan tersebut,
sehingga semakin memantapkan orang-orang awam bahwa hal itu merupakan
ajaran agama yang harus diamalkan.
Padahal, Allah Ta’ala
tidak menerima amalan seseorang, kecuali yang memang merupakan ajaran
agama dan dicontohkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Beliau
bersabda,“Barangsiapa melakukan suatu amalan tidak atas perintahku maka
amalan itu tertolak.” (HR. Muslim).
Ajaran Yang Tidak Ada Perintah dari Rasululllah shallallahu ‘alaihi wasallam, tapi Membudaya Dan Diamalkan Umat.
Di antara persoalan yang termasuk tidak ada contoh dan tuntunannya
dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tetapi kebanyakan umat Islam
melakukannya adalah memilih bulan Rajab untuk melakukan ibadah-ibadah
khusus, misalnya puasa sebulan penuh atau sebagiannya, dan meyakininya
memiliki keutamaan yang besar. Atau -dan ini turun temurun sejak nenek
moyang- menyelenggarakan peringatan Isra’ Mi’raj pada malam27 Rajab atau
malam lain di bulan tersebut.
Biasanya, peringatan Isra’
Mi’raj itu diselenggarakan di dalam masjid. Masyarakat yang hadir dalam
peringatan tersebut dari berbagai kalangan . Dari orang-orang awam,
ulama hingga para pejabat.
Karena sangat semarak dan
ramainya peringatan Isra’ Mi’raj tersebut, kadang-kadang umat Islam yang
hadir lupa bahwa mereka sedang berada di rumah Allah Ta’ala. Akhirnya
tak terhindarkan lagi bercampurnya kebenaran dan kebatilan dalam masjid
tersebut, sehingga masjid itu berubah fungsinya menjadi tempat keramaian
dan bersenang-senang/ hiburan.
Masjid-masjid itu boleh
dan sah diadakan berbagai pertemuan yang diselenggarakan di dalamnya,
jika berupa majlis ta’lim, mengaji kandungan al-Qur’an al-Karim atau
halaqah ilmu-ilmu agama, berdzikir kepada Allah ‘azza wajalla,
memusyawarahkan perkara-perkara yang bermanfaat bagi umat dan lain-lain
yang masih dalam kerangka beribadah kepada Allah subhanahu wata’ala.
Masjid bukan tempat peringatan dan pertemuan yang tujuannya sempit
dan terbatas, tanpa memperdulikan apakah hal tersebut diridhai Allah
Ta’ala atau dimurkaiNya.
Dan perlu kita ketahui,
sesungguhnya acara-acara penyelenggaraan peringatan Isra’ Mi’raj
tersebut tidaklah pernah diperintahkan dan dicontohkan oleh Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam.
Biasanya orang-orang datang dalam peringatan Isra’ Mi’rajtersebut untuk mendengar beberapa hal:
Pertama: Pembacaan ayat-ayat suci al-Qur’an dari seorang qari’
terkenal dengan suara meliuk-liuk yang bisa diduga agar -wallahu a’lam-
mendapatkan simpati dan kekaguman dari para pendengarnya.
Kedua: Mendengarkan ceramah agama, yang biasanya oleh seorang yang
dikenal pandai melucu di sela-sela ceramahnya. Atau oleh orang yang
pandai berkomunikasi dengan para pendengarnya. Adapun kriteria kadar
keilmuan dan kewara’an sang penceramah merupakan sesuatu yang hampir
terlupakan.
Acara-acara di atas menelan biaya cukup besar,
bahkan ada yang hingga puluhan juta rupiah. Dan, bila acara tersebut
terselenggara dengan baik, peringatan Isra’ Mi’raj pun dianggap sukses.
Orang-orang awam menganggap bawah itulah agama, itulah ajaran
Islam. Dan mungkin sebagian mereka beranggapan, asal telah
menyelenggarakan berbagai acara tersebut, berarti mereka telah
menunaikan kewajiban agama.
Tidak sedikit mereka yang
percaya dengan upacara peringatan-peringatan itu tidak menjaga
shalatnya, berbalikan dengan semangat mereka menyelenggarakan berbagai
macam peringatan tersebut. Bahkan tak jarang di antara mereka ada yang
datang ke masjid hanya sekali dalam seminggu karena harus melaksanakan
shalat Jum’at.
Ini adalah keawaman umat Islam. Karena itu
kewajiban para ulama pewaris para Nabi menerangkan ajaran Islam kepada
umatnya tanpa menyimpangkannya atau menghiasai kebenaran dengan
kebatilan, dengan maksud untuk lebih menarik simpati dan mendapatkan
banyak pengikut.
Perkara lain yang tidak ada contoh dan
tuntunannya dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam di bulan Rajab adalah
-ini biasanya dilakukan oleh sebagian wanita muslimah- ziarah kubur
pada hari Kamis, pekan pertama dari bulan Rajab. Dalam ziarah tersebut
mereka membawa berbagai makanan lezat, buah-buahan segar dan minuman
yang serba enak. Berbagai bawaan itu mereka bagi-bagikan kepada
orang-orang yang sedang berkerumun di kuburan. Dan, sebagiannya
membacakan al-Qur’an di beberapa sudut pekuburan. Perbuatan yang mereka
anggap baik itu, justeru menjerumuskan mereka pada lumpur dosa.
Pertama: Mereka menyiapkan dirinya mendapat laknat Allah
Ta’ala, karena sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mendoakan
buruk atas para wanita yang berziarah kubur, sebagaimana dalam sabda
beliau,”Allah Ta’ala melaknat para wanita yang berziarah kubur, mereka
yang membangun masjid-masjid di atasnya, dan meneranginya dengan
lampu-lampu.” (HR. Abu Daud dan lainnya, Ahmad Syakir berkata, hadits
hasan). Kedua: Membagi-bagikan sedekah di kuburan akan
membuat fitnah kepada manusia, sebab mereka akan berebut pergi ke
lokasi-lokasi kuburan tempat pembagian sedekah. Lalu apa pula landasan
para wanita tersebut, sehingga harus mengkhususkan membagi-bagikan
sedekah di kuburan? Apakah sedekah hanya diterima jika dibagi-bagikan di
kuburan? Padahal Allah Ta’ala akan menerima setiap sedekah, asalkan
dikeluarkan dengan ikhlas, kapan dan di mana pun sedekah itu
dikeluarkan. Ketiga: Allah Ta’ala menurunkan Al-Qur’an
sebagai peringatan bagi orang-orang hidup. Benar bahwa di dalam
Al-Qur’an terdapat doa-doa yang berfaedah untuk pembacanya, yang
merenungkan dan memahami isinya. Tetapi bukan untuk orang-orang yang
telah wafat. Apa manfaat pembacaan ayat atau surat yang berisi tentang
peringatan akan adzab Allah, kisah-kisah masa lalu, ayat-ayat hukum
dalam soal harta waris, thalak, nikah, jihad, amar ma’ruf dan nahi
munkar kepada orang yang telah meninggal dunia?
Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam mendoakan orang yang telah meninggal dan
memohonkannya ampun kepada Allah Ta’ala. Tetapi beliau tidak membacakan
al-Qur’an atas mayit tersebut.
Adapun puasa pada bulan
Rajab, dibolehkan selama merupakan kebiasaan orang yang melakukannya.
Seperti bagi yang terbiasa melakukan puasa Senin-Kamis, atau puasa tiga
hari pada tanggal 13, 14 dan 15 setiap bulan Hijriyah.
Hadits-hadits Palsu dan Tidak Shahih Seputar Bulan Rajab
Di antara hadits-hadits dha’if (lemah) dan maudhu’ (palsu) yang
sering dijadikan pegangan untuk amalan-amalan tertentu pada bulan Rajab
adalah:
“Rajab adalah bulan Allah, Sya’ban adalah bulanku
dan Ramadhan adalah bulan umatku.” Diriwayatkan secara mursal oleh Abu
al-Fatah bin Abi al-Fawaris, dalam “Amaliyah” (Hadits dha’if,
lihat:“Dha’if al-Jami’, hadits no. 3094, karya al-Albani).
“Sesungguhnya di Surga terdapat sungai yang dinamakan sungai Rajab.
Airnya lebih putih daripada susu, (rasanya) lebih manis daripada madu.
Barangsiapa puasa sehari dari bulan Rajab, maka Allah akan memberinya
minum dari sungai tersebut.” Diriwayatkan oleh Syairazi dalam Alqab
(hadits maudhu’, lihat: “Dha’if al-Jami’, hadits no. 1902, karya
al-Albani).
“Barangsiapa puasa tiga hari dalam bulan haram
(yakni hari) Kamis, Jum’at dan Sabtu, maka Allah menuliskan untuknya
(pahala) ibadah (selama) dua tahun.” (Hadits dha’if, lihat: “Dha’if
al-Jami’, hadits no. 5649, karya al-Albani).
“Keutamaan
bulan Rajab atas segenap bulan lain seperti keutamaan al-Qur’an atas
segenap perkataan (manusia).” Ibnu Hajar berkomentar, hadits ini
maudhu’. (Lihat: Kitab “Kasyfu al-Khafa’ 2/110, karya al-Ajaluni).
Mengkhususkan puasa pada bulan Rajab dan Sya’ban, sama sekali tidak
berdasarkan pada dalil. Diriwayatkan bahwa Umar radhiallahu ‘anhu
memukul orang yang berpuasa pada bulan Rajab. Selanjutnya beliau
berkata, “Rajab adalah bulan yang sangat diagung-agungkan oleh
orang-orang Jahiliyah.”(Shahih. Lihat: “al-Irwa’, hal. 957, karya
al-Albani).
Ibnu Hajar berkata, “Tidak ada satupun hadits
shahih tentang keutamaan bulan rajab, serta mengkhususkan puasa pada
hari tertentu di dalamnya, juga tidak qiyamullail pada malam tertentu,
yang bisa dijadikan dalil dalam masalah tersebut (Lihat: “Tabyinu
al-’Ajab, hal.21, karya Ibnu Hajar).
Dalil Palsu Mereka Seputar Bulan Rajab
Adapun hadits-hadits maudhu’ yang mereka jadikan dalil amalan
mereka memang banyak. Untuk menjelaskan ketidak benaran dalil mereka,
asy-Syaukani dalam “al-Fawaid al-Majmu’ah Fi al-Ahadits al-Maudhu-’ah”
menyebutkan beberapa dalil mereka di antaranya:
“Perbanyaklah istighfar di bulan Rajab, karena sesungguhnya pada setiap
saat daripadanya, Allah Ta’ala memerdekakan beberapa orang dari (adzab)
Neraka.” (Hadits maudhu’). “Barangsiapa berpuasa sehari di
bulan Rajab dan melakukan qiyamullail pada suatu malam saja, niscaya
Allah Ta’ala akan mengutus padanya pengaman pada hari Kiamat.” (Hadits
maudhu’). “Barangsiapa melakukan qiyamullail semalam dari
bulan Rajab dan berpuasa sehari daripadanya, niscaya Allah Ta’ala akan
memberinya makan dari buah-buahan Surga.” (Hadits maudhu’).
“Rajab adalah bulan Allah Ta’ala yang paling baik untuk berpuasa,
karena Dia mengkhususkannya untuk diriNya. Barangsiapa berpuasa sehari
daripadanya karena iman dan mencari ridha Allah subhanahu wata’ala,
niscaya ia akan mendapatkan keridhaanNya.” (Hadits maudhu’).
Dari berbagai uraian di muka, jelaslah bahwa pengkhususan bulan Rajab
untuk berbagai amalan dan ibadah tertentu bukanlah tuntunan dan ajaran
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Cukuplah kita beribadah dan
melakukan amalan sesuai dengan petunjuk dan tuntunan beliau.
@ elhaniev-cyberultimate.blogspot.com. Diberdayakan oleh Blogger.
Ya Allah ! Ampunilah aku, Ibu Bapakku, ORANG YANG MASUK KE RUMAHKU DENGAN BERIMAN & semua orang yang beriman laki2 & perempuan. "(QS.Nuh:28)
* Welcome to Cyber Ultimate's Blog, Selamat Membaca & menikmati Blog kami; Anda boleh meng-copas & share tulisan yang ada tanpa perlu izin penulis / admin MediaBlog ini. Semoga bermanfaat bagi semuanya...*
0 comments:
Posting Komentar