Di dalam kehidupan ini sering kali kita terjebak pada suatu kebiasaan. Secara garis besar kebiasaan dibagi menjadi dua. Kebiasaan baik dan kebiasaan buruk. Tapi di sini tentu saya tidak akan memakai istilah “terjebak” untuk suatu kebiasaan yang baik. Karena, menjadikan hal-hal yang baik menjadi kebiasaan itu sangat sulit, sangat berat ujiannya dan sangat besar tantangannya.
Kebiasaan-kebiasaan yang baik tersebut antara lain, menuntut ilmu agama atau mengaji dengan mengikuti kajian-kajian keislaman, melaksanakan ibadah-ibadah baik wajib maupun sunnah sesuai dengan tuntunan Rosulullah SAW, memperbanyak dzikir dengan mengingat Allah SWT, saling bersilaturahim, bermuamalah dengan akhlakul karimah dan lain sebagainya.
Sedang kata terjebak dalam kebiasaan di sini, maksudnya terjebak dalam kebiasaan-kebiasaan yang buruk. Atau kebiasaan yang dinilai baik oleh manusia namun ternyata buruk di mata Allah SWT. Lho apa ada kebiasan-kebiasaan yang demikian ?
Hal ini sudah di sinyalir Allah SWT dalam QS. Al Kahfi ayat : 103-106
قُلْ هَلْ نُنَبِّئُكُمْ بِالأخْسَرِينَ أَعْمَالا (١٠٣)الَّذِينَ ضَلَّ سَعْيُهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ يَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ يُحْسِنُونَ صُنْعًا (١٠٤)أُولَئِكَ الَّذِينَ كَفَرُوا بِآيَاتِ رَبِّهِمْ وَلِقَائِهِ فَحَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ فَلا نُقِيمُ لَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَزْنًا (١٠٥)ذَلِكَ جَزَاؤُهُمْ جَهَنَّمُ بِمَا كَفَرُوا وَاتَّخَذُوا آيَاتِي وَرُسُلِي هُزُوًا
Dalam ayat 103 Allah SWT memerintahkan kepada Nabi Muhammad SAW untuk menanyakan kepada ummatnya, apakah mereka mau ditunjukkan tentang ciri-ciri orang-orang yang paling merugi perbuatannya. Ciri-cirinya adalah sebagai berikut :
Pertama : orang yang paling merugi perbuatannya adalah orang yang melakukan amal perbuatan, kebiasaan-kebiasaan, yang mereka mengira bahwa apa yang mereka jalankan itu adalah hal yang sebaik-baiknya, akan tetapi di mata Allah amal-amal mereka itu sia-sia. (ayat 104). Mengapa sia-sia ?
Kedua : karena mereka kufur dengan ayat-ayat Allah dan perjumpaan dengan Dia (hari Kiamat). Dalam melakukan amal-amal, perbuatan-perbuatan, kebiasaan-kebiasaan mereka mengkufuri, mengingkari, tidak mengindahkan apa yang digariskan dalam ayat-ayat Allah. Dengan kata lain, mereka melanggar ayat-ayat Allah. Mereka juga tidak mempercayai perjumpaan dengan Allah, atau hari kiamat.
Sehingga dalam beramal mereka tidak menyadari bahwasannya Allah akan menilai segala amal dan perbuatan mereka. Sehingga orientasi amal-amal tersebut hanyalah keduniaan, hanya karena penilaian manusia, pujian manusia bahkan keuntungan-keuntungan yang sifatnya materialistis. Dengan demikian amal perbuatan dan kebiasaan yang mereka anggap sebaik-baiknya tersebut hapus, rusak, muspro karena Allah tidak menilainya pada hari Kiamat. (ayat 105)
Ketiga, mereka menjadikan ayat-ayat Allah dan Rosul-Rosul sebagai olok-olok. Bisa jadi sebenarnya mereka juga mengetahui tentang ayat-ayat Allah dan sunnah Rosulullah. Tetapi apa yang diketahui dari Al-Qur’an dan As Sunnah itu tidak dijadikan pedoman dalam kehidupan sehari-hari, melainkan hanya sekedar bahan olok-olokan saja. Oleh karena itu balasan bagi mereka adalah neraka jahannam. (ayat 106)
***
Dalam kehidupan ini ada tiga parameter tentang kebenaran. Pertama, bener-benere dewe, yaitu kebenaran hanya di ukur dengan dirinya sendiri. Kedua, bener-benere wong akeh, yaitu kebenaran yang diukur pandangan, pendapat, penilaian orang banyak. Ketiga, bener kang sejati, yaitu kebenaran yang diukur dengan nilai-nilai keIlahian (agama)
الْحَقُّ مِنْ رَبِّكَ فَلا تَكُونَنَّ مِنَ الْمُمْتَرِينَ
Kebenaran yang sejati adalah datang dari Allah, yaitu ajaran agama Islam. Dan tidaklah dinamakan agama Islam jika tidak berdasarkan Al Qur’an dan As Sunnah. Oleh karena itu sesuatu perbuatan, amalan, kebiasaan meskipun dinilai secara pribadi dan masyarakat baik dan benar, namun dalam kacamata agama belum tentu baik apalagi benar. Sesuatu amal perbuatan dan kebiasaan bisa dikatakan baik dan benar jika sesuai dengan Al Qur’an dan As Sunnah.
***
Jangan Terjebak Kebiasaan
Memang kalau sudah menjadi kebiasaan itu enak. Tetapi sebagai orang mengaji yang menjadikan Al Qur’an dan As Sunnah sebagai pedoman dalam kehidupan sehari-hari, harus bisa menilai apakah kebiasaan ini sesuai dengan tuntunan agama atau tidak. Jika kebiasaan itu sesuai dengan tuntunan agama maka bisa dilanjutkan, bahkan dilestarikan.
Jika kebiasaan itu kurang pas dengan agama, bisa disesuaikan. Dan jika kebiasaan itu bertentangan dengan agama, baik secara syariat maupun aqidahnya, maka harus ditinggalkan.
Sedang terhadap kebiasaan yang sudah berjalan di masyarakat, baik itu dilakukan secara pribadi, keluarga, maupun masyarakat luas, jika kita belum tau ilmunya maka hendaklah kita tidak mengikuti sebelum mengetahui ilmunya dengan jelas. Meskipun kebiasaan itu nampaknya baik, nampaknya benar, bahkan kental dengan nilai-nilai keislaman.
Jangan sampai hanya karena mengikuti kebiasaan yang sudah ada kita terjebak pada kebiasaan yang kita belum tahu ilmunya, atau mungkin memang tidak ada ilmunya sama sekali, tidak ada dasar/dalil yang dapat dijadikan landasan hukum yang kuat.
وَلا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولا
Jika sudah dianggap “BIASA”
Sekarang ini terjadi pergeseran nilai tentang sesuatu dianggap biasa dan tidak biasa. Misalnya tentang pakaian yang tidak menutup aurat. Dahulu kalau ada wanita memakai rok mini atau baju you can see dianggap tidak biasa, tidak sopan, dianggap wanita nakal, binal, bahkan pakaian-pakaian seperti itu identik dengan pakaian – maaf agak kasar – pelacur.
Dulu kita bisa membedakan mana wanita baik-baik dan wanita-wanita yang sedang mangkal mencari obyekan ketika mereka sama-sama berdiri di pinggir jalan. Tetapi sekarang sudah sulit membedakannya.
Kalau sekarang kita merasa prihatin dengan cara berpakaian wanita yang mengumbar aurat, orang lain akan berkomentar : “Sekarang pakaian seperti itu sudah biasa”. Padahal dampak yang diakibatnya sangat fatal baik bagi diri wanita tersebut maupun bagi laki-laki yang tidak mampu menahan syahwatnya.
Dahulu, jika ada gadis hamil sebelum nikah, sudah dipandang sebagai aib, baik bagi si gadis, laki-laki yang menghamili, keluarga dan masyarakatnya. Tapi kini sudah dianggap biasa.
Bahkan kalau ada remaja yang berusaha membentengi dirinya dari pergaulan bebas, karena takut akan terjerumus ke dalam dosa yang besar, sehingga dia tidak punya teman berkencan atau pacar, justru dianggap ketinggalan zaman. Na’udzubillah.
Masih banyak lagi dosa-dosa yang sudah dianggap biasa. Oleh karenanya kita harus rajin mengaji Al Qur’an dan Assunnah agar diri kita tidak terjebak pada kebiasaan-kebiasaan yang menjerumuskan kita ke dalam neraka Jahannam.
***
Ada cerita tentang seorang musafir yang datang dari negeri Arab ke tanah Jawa. Sampai di Jawa, musafir tersebut membutuhkan seekor kuda sebagai kendaraannya. Dia membeli seekor kuda kepada orang Jawa. Setelah terjadi kesepakatan di antara keduanya, musafir tersebut segera menaiki kudanya. Baginya syariat membaca basmallah setiap memulai sesuatu dan membaca alhamdulillah ketika menyudahinya sudah menjadi kebiasaan. Musafir itu pun naik kuda dengan membaca basmallah untuk menjalankannya. Tapi ajaib, kuda tersebut tidak mau berjalan.
Dia kembali turun, dengan marah-marah ia protes kepada penjualnya. Akhirnya penjualnya menerangkan, bahwa untuk menjalankan dan memberhentikan kuda tersebut ada passwordnya. Kalau menjalankan bacalah ALHAMDULILLAH dan kalau menghentikan bacalah BISMILLAH.
Musafir kembali menaiki kudanya, kemudian membaca Alhamdulillah, kudanya mulai berjalan. Dia senang dalam dan mengucap bersyukur alhamdulillah, sehingga kudanya makin kencang lajunya. Semakin banyak ia baca alhamdulillah kudanya makin kencang lajunya.
Hingga akhirnya ia sadar di depannya ada jurang yang dalam. Dia panik dan lupa cara menghentikannya, kini keselamatannya terancam. Akhirnya dia ingat dan langsung membaca, BISMILLAH !!! Mendadak kuda berhenti tepat di bibir jurang.
Betapa senangnya dia selamat dari maut, sehingga dia mengucap syukur ALHAMDULILLAH. Sehingga kudanya melaju ke dalam jurang. Akhirnya ia terjatuh ke dalam jurang karena TERJEBAK KEBIASAAN.
Kontribusi : Harmoyo Abu Kholifah
0 comments:
Posting Komentar