SNOUCK HURGRONJE, SIAPA DIKAU?


Drs. Ridwan Saidi, budayawan Betawi yang juga peneliti senior gerakan-gerakan dan sejarah Yahudi, memiliki kesan tersendiri terhadap Snouck Hurgronje. Pada 1989, bersama Dr. Martin Van Bruinesen dan intelektual Belanda


yang juga seorang orientalis bernama Dr. Karel Steenbreenk, Ridwan mengunjungi makam Snouck Hurgronje di pemakaman umum Leiden, Belanda. Setelah ke makam, Ridwan dan dua koleganya tersebut menemui puteri Snouck Hurgronje satu-satunya yang diakui Hurgronje bernama Christien Maria Otter.

Berdasarkan kunjungannya ke Belanda dan wawancara dengan Christien Maria Otter, Ridwan kian yakin jika Snouck Hurgronje memang seorang orientalis Belanda yang menggunakan segala cara untuk memberangus kekuatan Islam di Nusantara. “Salah satu taktik utama yang sering dipakai Hurgronje adalah berpura-pura masuk Islam (Izharul Islam). Untuk memuluskan strateginya ini, Hurgronje sempat belajar tentang Islam di Mekkah dengan mengaku sebagai mualaf dan bahkan mengawini sejumlah perempuan Muslim secara hukum Islam. Padahal, Snouck Hurgronje tidak dimakamkan secara Islam,” demikian Ridwan.1

Hasil Kumpul Kebo

Snouck Hurgronje memiliki nama lengkap Christiaan Snouck Hurgronje. Dia lahir di Oosterhout, Belanda, 8 Februari 1857. Snouck merupakan anak keempat dari Pendeta J.J. Snouck Hurgronje dan Anna Maria, puteri Pendeta D. Christiaan de Visser. Awalnya, perkawinan kedua orangtuanya itu didahului oleh hubungan kumpul kebo. Hal ini tercium oleh komunitas Gereja Hervormd di Tholen (Zeeland) di mana keduanya aktif. Karena melanggar prinsip-prinsip gereja, maka keduanya dikeluarkan dari komunitas Gereja Hervomd pada 3 Mei 1849. Saat itu ayah Snouck telah punya enam anak, termasuk Snouck Hurgronje. Kedua orangtua Snouck baru menikah secara resmi pada 31 Januari 1855.

Setelah menikah secara resmi, akhirnya mereka diterima kembali oleh gereja pada 13 Agustus 1856. Nama Christiaan Snouck Hurgronje merupakan nama gabungan dari nama kakeknya, Christiaan, dan nama ayahnya Snouck Hurgronje. Oleh kedua orangtuanya, Snouck Hurgronje dididik secara militan agar bisa jadi pendeta guna menebus dosa orangtuanya. Salah satu gurunya adalah Theodor Noeldekhe di Sctrasburg, seorang missionaris ternama Eropa saat itu.

Hurgronje meraih gelar Ph.D dalam bahasa-bahasa Semit (1880). Disertasinya berjudul “Perayaan Mekah”, sebuah tulisan yang banyak menghina Islam. Setelah itu dia ditunjuk menjadi dosen ‘Islamic Studies’ di sebuah lembaga pendidikan di Leiden yang khusus mengkader calon pegawai pemerintah untuk Hindia Belanda (Indonesia).

Diusir Dari Mekah

Kecerdasan otak Snouck Hurgronje menarik perhatian pemerintah Belanda yang tengah kewalahan menghadapi berbagai rentetan pemberontakan umat Islam yang terjadi di daerah koloni seberang lautan (Hindia Belanda). Berbagai pemberontakan meletus dipimpin oleh para tokoh Islam setempat, seperti Sultan Hasanuddin, Pangeran Diponegoro, dan Imam Bonjol. Dan pada saat itu, Belanda tengah kepayahan mencari cara untuk menghancurkan Aceh, sebuah wilayah di mana Islam menjadi satu-satunya kekuatan yang tangguh.
Akhirnya pemerintah Belanda mengirim Hurgronje ke Saudi (1885) dengan misi rahasia mencari celah kelemahan umat Islam. Dengan berpura-pura menjadi Muslim dengan nama Abdul Ghaffar, Hurgronje bisa tinggal di Mekah. Di jantung umat Islam ini Hurgronje membuat jaringan dan aktif dalam berbagai kajian ilmu dan diskusi soal Islam. Kala itu, Mekkah menjadi pusat dari pergaulan internasional para ulama seluruh dunia dimana dalam ibadah haji mereka bertemu dan mendiskusikan berbagai masalah yang terjadi di negeri asalnya. Hurgronje berusaha keras untuk bisa menyerap semua informasi yang ada di Mekkah. Di kota suci ini Hurgronje mendapat bantuan dari Konsul Belanda di Jeddah bernama JA Kruyt dan juga oleh Habib Abdurrachman Az-Zahir, seorang keturunan Arab yang pernah menjadi wakil pemerintahan Aceh yang berkhianat dengan mendukung Belanda. Az-Zahir sudi melakukan hal tersebut dengan imbalan materi yang didapatkannya dari penjajah. Orang-orang seperti Az-Zahir ini kelak dalam perjalanan sejarah Indonesia akan banyak bermunculan hingga hari ini.
Enam bulan berada di Mekkah, kedok Hurgronje berhasil dibongkar berdasarkan informasi dari Deputi Konsul Perancis di Mekah. Dia diusir dari kota suci itu pada Agustus 1885. Hurgronje kembali ke Leiden dan sementara waktu menjadi dosen di sana.

Di tahun 1886, Az-Zahir mengirimkan segepok naskah hasil penelitiannya tentang Aceh yang ditolak oleh Konsul Belanda di Jeddah JA Kruyt. Snouck seperti mendapat durian runtuh. Naskah itu segera diserahkannya kepada Menteri Daerah Jajahan Belanda (Ministerie van Kolonieën) dan menawarkan dirinya untuk masuk ke Aceh sebagai tenaga ilmuwan yang mencari celah kelemahan rakyat Aceh. Niatnya ini didukung penuh oleh  Direktur Pendidikan Agama dan Perindustrian (PAP), juga Menteri Urusan Negeri Jajahan. Proposal pun berjalan tanpa penghalang.

Snouck segera berangkat ke Aceh, namun begitu tiba di pelabuhan Penang (Malaya) pada 1 April 1889, Gubernur Van Teijn melarangnya masuk Aceh. Van Teijn menyangka Snouck seorang sekutu bagi Aceh karena diketahui Snouck banyak bergaul dengan tokoh-tokoh Aceh sewaktu di Mekkah. Misi rahasia Snouck memang hanya
diketahui sedikit pejabat elit di Belanda sehingga Van Teijn sendiri tidak mengetahuinya. Akhirnya Snouck meluncur ke Batavia.

Di Batavia, Snouck menghubungi sejumlah pejabat di sana dan akhirnya Gubernur Jenderal C. Pijnacker Hordijk mengabulkan niat Snouck untuk ke Aceh, bahkan mengangkatnya sebagai Penasihat urusan Bahasa-Bahasa Timur dan Hukum Islam.

Pada 9 Juli 1891, Snouck ke Aceh dan menetap di Kutaraja. Ia langsung menjadi orang kepercayaan Van Heutz. Selama tujuh bulan Snouck tinggal di Aceh telah menghasilkan sebuah karya tulis berjudul Atjeh Verslag, sebuah laporan kepada pemerintah Belanda tentang pendahuluan budaya dan keagamaan, dalam lingkup nasehat strategi kemiliteran. Sebagian besar naskah tersebut kemudian diterbitkan dalam De Atjeher yang terbit tahun 1893 dan 1894 (dua jilid). Dua hal intisari usulan Snouck yakni agar Belanda melancarkan perang adu-domba (Devide et Impera) atas tokoh-tokoh Islam Aceh, antara ulama dengan uleebalang (elit kerajaan) dan juga kontra gerilya.

Lewat politik pecah-belah dan peperangan yang panjang dan kejam, Van Heutz akhirnya berhasil membunuh banyak rakyat Aceh dan menduduki sejumlah wilayahnya.

Namun bukan berarti seluruh Aceh dapat dikuasainya. Pertempuran sporadis di sana-sini masih meletus dengan hebat. Hal ini menyebabkan Snouck Hurgronje merasa kagum dengan perlawanan rakyat Aceh dan mengakui
jika Belanda tidak mampu sepenuhnya menaklukkan Aceh.

Snouck Hurgronje yang tetap dalam penyamarannya mendekati para ulama Aceh dan mempengaruhi mereka dengan fatwa-fatwanya bahwa ag ama jangan dikotori oleh perang. Snouck menyatakan jika Islam agama yang
mencintai perdamaian di atas segalanya, agama yang penuh dengan toleransi, dan sangat menghormati pluralitas. Ayat-ayat kitab suci Al-Qur’an dan hadits-hadits diputar-putar oleh Hurgronje untuk memperkuat pandangan-pandangannya.

Strategi berpura-pura Muslim dengan tujuan untuk menghancurkan Islam (Izharul Islam) ini di zaman sekarang dipakai lagi oleh kelompok liberal dalam usahanya menghancurkan pemahaman Islam yang benar. Tidak salah jika disebutkan bahwa kelompok liberal merupakan anak didik dari Snouck Hurgronje. Atas usahanya di Aceh, Snouck mendapat bintang jasa dari pemerintah Belanda (Tokoh liberal Abdurrahman Wahid pada akhir Mei 2008 juga mendapat bintang jasa “Medal of Varlor” dari komunitas Yahudi Amerika atas jasa-jasa dan keberaniannya menjadi sekutu mereka di Indonesia).

Tahun 1906, Snouck kembali ke Belanda dan menikah di gereja dengan Ida Maria, puteri pendeta di Zutphan. Orang ini meninggal pada tahun 1936 dalam status sebagai penasehat utama Belanda untuk urusan penaklukan pribumi di Nusantara. Snouck mati sebagai kafir, bukan sebagai orang Islam.2
Atas jasa-jasanya “menaklukan” Aceh yang dianggap sebagai Benteng Islam, segenap orientalis Belanda memberi sebutan penghormatan kepadanya sebagai “Pahlawan Penebus”, karena dianggap sebagai penebus Al-Masih. Pemikiran dan strategi Hurgronje dalam menghadapi umat Islam masih dipakai oleh banyak tokoh orientalis Eropa hinggga sekarang.3 (fz)

(Footnotes)
1 Wawancara penulis dengan Drs. Ridwan Saidi dalam berbagai kesempatan.
2 Drs. Ridwan Saidi & Rizki Ridyasmara; Fakta dan Data Yahudi di Indonesia, Dulu dan Kini; Khalifa, 2006. (Dalam buku
ini juga dipaparkan temuan dari ilmuwan Belanda Dr. P.S. Van Koningsveld, seorang Arabist, yang secara jujur
memaparkan kelicikan-kelicikan Hurgronje dalam memerangi dan menipu orang Islam)
3 Prof. Dr. Ahmad Abdul Hamid Ghurab; Ru’yah Islamiyyah li al-Istisyraq, Al-Murtada al-Islami; London, cet. kedua,
1411 H, hlm. 59.

0 comments:

Posting Komentar

.

@ elhaniev-cyberultimate.blogspot.com. Diberdayakan oleh Blogger.